ZHsUuqapmVq6WEAviVpqkm2vfcrvCXMDInLmHdSj

ADAB MEMBACA AL-QURAN MENURUT IMAM NAWAWI

Daftar Isi [ Buka ]

adab membaca Qur'an menurut imam nawawi

Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab At-Tibyaan fi Adaabi Hamalatil Qur'an menguraikan adab-adab membaca Qur'an secara panjang lebar dan rinci sekali

Bahkan, dikatakan bahwa bab ini merupakan tujuan utama penulisan kitab At-Tibyan-nya, sehingga membutuhkan banyak halaman tersendiri dibandingkan pembahasan bab-bab lainnya. 

Guna menghindari kejenuhan, tulisan ini hanya sekedar menukil bagian-bagian tertentu saja. Selebihnya, Anda dapat melihat langsung kitabnya di SINI (versi e-PUB)

Berikut ini adalah bagian pertama adab-adab membaca Qur'an menurut Imam Nawawi rahimahullah


1. Membaca al-Qur'an dengan ikhlash


Orang yang hendak membaca al-Quran wajib menunjukkan keikhlasan dan menjaga adab terhadap Al-Qur’an. Dan juga seyogyanya dia menghadirkan hatinya saat membacanya, serta dalam keadaan seakan-akan dia melihat Allah subhanahu wa ta'ala.


2. Membersihkan mulut dengan siwak atau lainnya


Pendapat yang lebih terpilih berkenaan dengan siwak ialah menggunakan kayu Arok. Boleh juga dengan kayu-kayu lainnya atau dengan sesuatu yang dapat membersihkan, seperti kain kasar dan lainnya.

Menurut pendapat yang kuat, tidak diperbolehkan (tidak mendapat pahala kesunahan) jika bersiwak menggunakan jari yang kasar, namun pendapat yang lain memperbolehkannya jika tidak menemukan alat siwakan selainnya. 


Tata cara bersiwakan yang benar
  1. Bersiwak mulai dari sebelah kanan mulut dan berniat menjalankan sunnahnya. 
  2. Ketika siwakan mengucapkan: “Allahumma baarik lii fiihi, Ya Arhamar Rahimin.” (Ya Allah, berkahilah aku dengan nikmat di dalam itu semua, Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih).
  3. Siwak digosokkan pada ujung-ujung giginya dan bagian bawah gigi gerahamnya serta bagian atasnya dengan lembut.
  4. Hendaklah bersiwakan menggunakan siwak yang ukuran sedang, tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Jika terlalu kering, maka siwaknya dilembutkan dengan air. 
  5. Menggunakan siwak milik sendiri. Jika menggunakan siwak orang lain, maka harus seijinnya. 
  6. Manakala kalau mulutnya ada najis karena darah atau lainnya, maka makruh baginya membaca Al-Qur’an sebelum mencucinya

    3. Membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci.


    Membaca Al-Quran juga dianjurkan dalam kondisi suci. Hanya saja, ia tetap boleh membaca Al-Quran meski dalam kondisi berhadas. Ini berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin yang berlandaskan hadis-hadis masyhur.

    Hal di atas sebagaimana yang dikatakan Imam Haramain:

    "Tidak dikatakan bahwa ia melakukan suatu hal yang makruh (karena membaca Qur'an dalam kondisi berhadas). Namun, ia meninggalkan sesuatu yang lebih afdhal".

    Jika tidak menemukan air, hendaknya ia bertayamum. Untuk wanita yang biasa istihadhah, ia dihukumi sebagaimana orang berhadas.

    Sedangkan, bagi orang yang junub dan haidh, Imam Nawawi rahimahullah menghukumi haram bagi keduanya membaca Quran, meski hanya satu ayat atau kurang dari satu ayat. Jika mereka berkehendak membaca Quran, maka diharuskan membacanya di dalam hati tanpa mengucapkan dan boleh memandang/ melihat ke dalam mushaf.

    Mayoritas ulama memperbolehkan bagi yang berjunub dan wanita haidh mengucapkan tasbih, tahlil, tahmid, takbir dan membaca shalawat atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam serta dzikir-dzikir lainnya.

    Dan orang yang sedang junub dan wanita yang haidh, keduanya boleh membaca ayat tertentu jika tidak bermaksud membaca al-Quran

    Misal mengucap : “Innaa lillahi wa innaa ilahi raaji’uun”, ketika mendapat musibah. 

    Boleh membaca ayat di bawah ini saat naik kendaraan :

    سُبْحَانَ الَّذِىْ سَخَّرَلَنَا هَذَا وَمَاكُنَّالَهُ مُقْرِنِيْنَ وَاِنَّآ اِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ

    Maha Suci Tuhan yang menundukkan kendaraan ini bagi kami dan tidaklah kami mampu menguasainya sebelum ini.” (QS Az-Zukhruf 43:13)

    Atau membaca ayat berikut saat berdoa :

    رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

    Wahai Tuhan Kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa neraka.” (QS Al-Baqarah 2:201)

    Hukum tersebut berlaku selagi keduanya (orang junub dan wanita haidh) tidak bermaksud membaca Al-Qur’an.

    Imamul Haramain berkata, apabila orang yang berjunub mengucapkan: “Bismillah wal hamdulillah, maka jika dia bermaksud membaca Al-Qur’an, dia durhaka. Jika dia bermaksud berdzikir atau tidak bermaksud membaca apa-apa, dia tidak berdosa


    4. Membaca al-Quran di tempat yang bersih dan terpilih


    Dianjurkan membaca al-Quran di tempat yang bersih dan terpilih. Sejumlah ulama menganjurkan membaca Al-Qur’an di masjid karena merupakan tempat yang bersih dan mulia, dan juga tempat yang menghasilkan keutamaan lain, yakni i'tikaf

    Untuk itu dianjurkan, bagi seorang yang duduk di masjid untuk berniat i'tikaf,  baik itu duduk sebentar maupun lama, dan niatnya dilakukan pada saat awal masuk masjid

    Hukum membaca al-Qur'an di tempat mandi

    Manakala membaca Al-Qur’an di tempat mandi, maka para ulama salaf berlainan pendapat berkenaan dengan kemakruhannya. Sahabat-sahabat kami, seperti Imam Atho, Iamam Nakha'i dan Imam Malik berpendapat tidak makruh. Sementara Imam Abu Hanifah dan sejumlah ulama lainnya menghukuni makruh

    Imam Asy-Sya’bi berkata, "makruh membaca Al-Qur’an di tiga tempat : Di tempat mandi, tempat buang air dan tempat penggilingan gandum.

    Diriwayatkan dari Abi Maisarah, katanya : “Tidaklah disebut nama Allah s.w.t, kecuali di tempat yang baik.”

    Hukum membaca al-Qur'an di jalan

    Sementara, membaca Al-Qur’an di jalan, maka pendapat yang terpilih adalah boleh dan tidak makruh, jika pembacanya tidak lalai. Jika lalai, maka dihukumi makruh, sebagaimana Nabi s.a.w tidak menyukai orang ngantuk membaca al-Qur’an karena takut keliru. Ini didasarkan pada riwayat Abu Darda' dan Umar bin Abd al-'Aziz. Sementara Imam Malik menghukumi makruh membaca al-Qur'an di jalan


    5. Jika membaca Quran di luar waktu sholat supaya menghadap ke qiblat


    Diutamakan bagi pembaca Al-Qur’an di luar waktu sholat supaya menghadap kiblat, duduk dengan khusyuk dan tenang sambil menundukkan kepalanya dan duduk sendiri dengan adab yang baik seperti layaknya duduk di hadapan gurunya. Inilah adab membaca al-Qur'an yang paling sempurna. 

    Adapun jika seseorang membaca al-Qur'an sambil berdiri, berbaring, membaca di tempat tidurnya, atau dalam keadaan lainnya, maka hal ini diperbolehkan dan tetap mendapatkan pahala, namun nilai pahalanya kurang dari pahalanya seseorang yang membaca al-Quran dengan memperhatikan adab baca Quran yang sempurna sebagaimana di atas. 


    6. Mengawali bacaan Qur'an dengan ta'awwudz


    Jika seseorang hendak mulai membaca Al-Qur’an, maka dia memohon perlindungan dengan mengucapkan: A’uudzu billaahi minasy-syaithaanir rajiim (Aku Berlindung kepada Allah dari Syaitan yang terkutuk).


    Hukum membaca ta'awwudz

    Hukum membaca ta’awwudz adalah mustahab (disunahkan) dan bukan wajib. Ta’awwudz disunahkan bagi setiap pembaca Al-Qur’an, baik di dalam sholat atau di luar sholat. 

    Di dalam sholat, diutamakan membacanya dalam setiap rakaat menurut pendapat yang sahih. Menurut pendapat lain diutamakan membacanya pada rakaat pertama, jika ditinggalkan pada rakaat pertama, maka hendaklah dia membacanya pada rakaat kedua

    Disunnahkan pula membaca ta’awwudz dalam takbir pertama sholat jenazah, ini menurut pendapat yang lebih shahih


    7. Membaca Basmallah


    Hendaklah orang yang membaca Al-Qur’an selalu membaca  Basmallah (bismillahir Rahmaanir Rahiim) pada awal setiap surah selain surah Bara’ah karena sebagian besar ulama mengatakan, basmallah adalah ayat, sebab ditulis di dalam Mushaf. 

    Basmalah ditulis di awal setiap surah, kecuali Bara’ah. Jika seseorang tidak membaca basmalah, maka dia meninggalkan sebagian Al-Qur’an, inilah pendapat sebagian besar ulama.

    8. Bersikap Khusu' dan merenungkan makna bacaan


    Jika mulai membaca, hendaklah bersikap khusyuk dan merenungkan maknanya. Yang demikian menjadi sebab dada menjadi lapang dan hati menjadi tenang. 

    Dalam pengamalannya, sejumlah ulama Salaf ada yang membaca satu ayat sambil merenungkannya dan mengulang-ulanginya hingga pagi. Sebab inilah, sejumlah ulama Salaf ada yang jatuh pingsan ketika membaca Al-Qur’an. Banyak pula yang wafat dalam keadaan membaca Al-Qur’an. Kisah ini sebagian di ceritakan Imam Nawawi dalam kitab At-Tibyan-nya


    Obat penyembuh hati

    Ibrahim Al-Khawash ra. berkata: “Obat penyembuh hati ada lima perkara, yaitu :
    1. Membaca Al-Qur’an dan merenungi maknanya.
    2. Perut yang kosong.
    3. Sembahyang malam.
    4. Berdoa dengan penuh tawadhu' (rendah hati) di hujung malam.
    5. Duduk bersama orang-orang sholih.

    Menangis saat membaca al-Quran

    Menangis ketika membaca Al-Qur’an merupaan sifat orang-orang yang arif dan bagian syiar hamba-hamba Allah yang shalih. Allah berfirman : Dan mereka menyungkurkan atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.” (QS Al-Isra [17] : 109)

    Imam Abu Hamid Al-Ghazali berkata: “Menangis itu disunahkan pada waktu membaca Al-Qur’an. Cara dapat menangis adalah menghadirkan kesedihan di dalam hati dengan merenungkan peringatan dan ancaman keras serta janji-janji yang terdapat di dalamnya, kemudian merenungi dosa-dosa yang terlanjur diperbuat.” Jika tidak bisa menimbulkan kesedihan dan tangisan sebagaimana dialami oleh orang-orang terpilih, maka hendaklah dia menangis atas kegagalan itu karena hal itu termasuk musibah yang besar".


    9. Membaca al-Qur'an degan tartil


    Para ulama sepakat akan kesunahan membaca al-Qur'an dengan tartil, berdasarkan Firman Allah : "Dan bacalah al-Qur'an dengan tartil". (QS. Al-Muzammil [73]: 4)

    Diriwayatkan dari Ummi Salamah Radhiyallahu 'anhu bahwa dia menggambarkan bacaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama sebagai bacaan yang jelas huruf demi huruf.” (HR. Abu Dawud, Nasa'i, Tirmidzi)

    Para ulama salaf juga mengikuti kebiasaan Nabi tersebut, sehingga mereka melarang membaca al-Quran secara tergesa-gesa/ asal-asalan (ifrath). Mereka juga mengatakan, membaca 1 juz Qur'an dengan tartil itu lebih utama daripada 2 juz tanpa tartil.

    Membaca al-Quran dengan tartil, memungkinkan pembaca Quran dapat merenungkan maknanya, terlebih bagi orang 'ajam (bukan orang Arab). Untuk itu para ulama Qur'an berkata : “Membaca dengan tartil disunahkan bagi orang bukan Arab yang tidak memahami maknanya karena hal itu lebih dekat kepada pengagungan dan penghormatan serta lebih berpengaruh di dalam hati.”



    Demikianlah bagian pertama tentang adab-adab membaca Qur'an yang perlu kita ketahui bersama. Untuk bagian kedua sebagai kelanjutan tulisan ini insya Allah segera menyusul.

    Wallahu A'lam bish showab

    ARTIKEL TERKAIT

    Posting Komentar