ZHsUuqapmVq6WEAviVpqkm2vfcrvCXMDInLmHdSj

Pedoman Penghafal Al-Qur'an Menurut Imam Nawawi

Daftar Isi [ Buka ]

Pedoman penghafal quran


Al-Qur'an adalah bacaan yang paling mulia. Maka bersyukurlah seseorang yang diberi anugerah dapat menghafalnya, karena ia termasuk dari keluarga Allah. Namun, ada hal lain yang penting untuk diketahui bagi para penghafal al-Qur'an, yakni adab

Untuk itu, kami kutipkan uraian Imam Nawawi dalam kitabnya "at Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur'an" tentang adab-adab bagi penghafal al-Quran dan hal-hal lainnya yang terkait dengannya


A.  Adab-adab Bagi Penghafal al-Quran

  1. Penghafal al-Quran senantiasa dalam keadaan paling sempurna dan perilaku paling mulia, seperti : 

  • menjauhkan dirinya dari segala sesuatu yang dilarang Al-Qur’an; 
  • terpelihara dari pekerjaan yang rendah (haram); 
  • berjiwa mulia'; 
  • tidak merendahkan diri kepada penguasa yang sombong dan pencinta dunia yang jahat.  
  • merendahkan diri kepada orang-orang sholeh, ahli kebaikan dan kaum  miskin; dan 
  • selalu dalam keadaan khusyuk, memiliki ketenangan dan wibawa.

Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu bahwa dia berkata: “Wahai para qari (yang mahir membaca) Al-Qur’an, angkatlah kepalamu! Jalan telah jelas bagimu dan berlombalah untuk berbuat kebaikan dan janganlah kamu menggantungkan diri kepada orang lain.”

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu, katanya: “Hendaklah penghafal Al-Qur’an menghidupkan malamnya dengan membaca Al-Qur’an ketika orang lain sedang tidur dan siang harinya ketika orang lain sedang berbuka.  Hendaklah dia bersedih ketika orang lain bergembira dan menangis ketika orang lain tertawa, berdiam diri ketika orang lain bercakap dan menunjukkan kekhusyu'an ketika orang lain membanggakan diri. 

Diriwayatkan dari Al-Fudhail, katanya: “Penghafaz Al-Qur’an adalah pembawa bendera Islam. Tidaklah patut dia bermain bersama orang yang suka bermain-main dan lupa bersama orang yang lupa, serta tidak berbicara yang sia-sia dengan kawannya, yang demikian untuk mengagungkan Al-Qur’an.”


  1. Tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber penghasilan atau pekerjaan dalam kehidupannya. 

Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Syibil radhiyallahu 'anhu, katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: “Bacalah Al-Qur’an dan jangan menggunakannya untuk mencari makan, jangan mencari kekayaan dengannya, jangan menjauhinya dan jangan melampaui batas di dalamnya.”

Diriwayatkan dari Fudhail bin Amrin radhiyallahu 'anhu, katanya: “Dua orang sahabat Rasulullah s.a.w memasuki satu masjid. Ketika imam memberi salam, seorang lelaki berdiri kemudian membaca beberapa ayat dari Al-Qur’an, kemudian dia meminta upah. Salah seorang dari keduanya berkata, Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un.

Hukum mengambil upah bagi pengajar al-Qur'an

Dalam persoalan ini, para ulama berlainan pendapat :

  • Sebagian ulama, seperti Imam Az-Zuhri dan Imam Abu Hanifah melarang mengambil upah karena membaca Al-Qur’an. Mereka berdalil dengan hadits Ubadah bin Shamit bahwa dia mengajarkan Al-Qur’an kepada seorang lelaki penghuni Shuffah, kemudian dihadiahkan kepadanya sebuah busur. Maka Nabi s.a.w berkata kepadanya: “Jika engkau suka dipakaikan kalung dari api di lehermu, maka terimalah hadiah itu.” (HR. Abu Dawud)
  • Sejumlah ulama lain, seperti Imam Hasan Bashri dan Imam Sya’bi mengatakan boleh mengambil upah jika tidak mensyaratkannya. Sementara lainnya berpendapat boleh mengambil upah jika ada akad yang benar.


  1. Hendaklah seorang penghafal al-Qur'an senantiasa memelihara bacaan Al-Qur’an dan memperbanyak bacaannya. 

Ulama salaf mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang berlainan tentang tempo dan jangka masa mengkhatamkan Al-Qur’an. Ibnu Abi Dawud meriwayatkan dari sebagian ulama Salaf bahwa diantara mereka ada yang mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam setiap dua bulan; ada juga yang sekali setiap bulannya; sekali setiap sepuluh malam; sekali setiap delapan malam; banyak pula dari mereka mengkhatamkan dalam setiap tujuh malam; setiap enam malam; setiap lima malam; setiap empat malam; setiap tiga malam atau setiap dua malam; bahkan setengah dari mereka mengkhatamkannya sekali dalam sehari semalam. 

Di antara mereka ada pula yang mengkhatamkannya dua kali dalam sehari semalam dan ada yang tiga kali. Bahkan setengah dari mereka mengkhatamkkannya delapan kali, yaitu empat kali pada waktu malam dan empat kali pada waktu siang. 

Diantara orang-orang yang mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam sehari semalam ialah Usman bin Affan ra, Tamim Ad-Daariy, Said bin Jubair, Mujahid, Asy-Syafi’i dan lainnya. 

Diantara orang-orang yang mengkhatamkan tiga kali dalam sehari semalam ialah Sali bin umar r.a. seorang Qadhi Mesir pada masa pemerintahan Mu’awiyyah. 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar Al-Kindi dalam kitabnya berkenaan dengan Qadhi/Hakim Mesir bahwa dia mengkhatamkan Al-Qur’an empat kali dalam semalam.

Asy-Syaikh Ash-Shahih Abu Abdurahman As-Salami ra berkata: “Aku mendengar Asy-Syaikh Abu Usman Al-Maghribi berkata, ‘Ibnu Khatib radhiyallahu 'anhu mengkhatamkan Al-Qur’an empat kali pada waktu siang dan empat kali pada waktu malam.” Ini adalah jumlah terbanyak yang saya ketahui dalam sehari semalam.

Diriwayatkan oleh As-Sayyid, Ahmad Ad-Dauraqi dengan isnadnya dari Manshur bin Zaadzan r.a. seorang tabi’in ahli ibadah, bahwa dia mengkhatamkan Al-Qur’an di antara waktu Zuhur dan Ashar, kemudian mengkhatamkannya pula antara maghrib dan Isyak pada bulan Ramadhan dua kali. Mereka mengakhirkan sembahyang Isya' pada bulan Ramadhan hingga berlalu seperempat malam. 

Diriwayatkan dari Manshur, katanya: “Ali Al-Azadi mengkhatamkan Al-Qur’an di antara Maghrib dan Isyak setiap malam pada bulan Ramadhan.” 

Diriwayatkan dari Ibrahim bin Said, katanya: “Ayahku duduk sambil melilitkan serbannya pada badan dan kedua kakinya dan tidak melepaskannya hingga selesai mengkhatamkan Al-Qur’an.” 

Sedangkan orang yang mengkhatamkannya dalam satu rakaat banyak sekali hingga tidak terhitung jumlahnya. Diantara orang-orang yang terdahulu ialah Usman bin Affan, Tamim Ad-Daariy dan Said bin Jubair ra yang mengkhatamkan dalam setiap rakaat di Kaabah.

Adapula kalangan sahabat Nabi yang mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam seminggu, di antara mereka adalah Usman bin Affan r.a: Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Thabit dan Ubay bin Ka’ab ra Dan dari tabi in antara lain ialah Abdurrahman bin Zaid, Alqamah dan Ibrahim rahimahullah. 

Perbedaan tempo dan masa mengkhatamkan al-Qur'an sebagaimana uraian di atas, bergantung pada perbedaan kadar keadaan mereka masing-masing.

Barangsiapa yang ingin merenungkan dan mempelajari dengan cermat, hendaklah dia membatasi diri pada kadar yang menimbulkan pemahaman yang sempurna atas apa yang dibacanya. Demikian juga siapa saja yang sibuk mensyiarkan ilmu atau tugas-tugas agama lainnya dan kemaslahatan kaum muslimin yang bersifat umum, hendaklah dia membatasi pada kadar tertentu sehingga tidak mengganggu apa yang wajib dilakukannya.

" Jika kita belum termasuk ke peringkat yang di capai orang-orang yang disebut di atas, maka bolehlah kita memperbanyak membaca Al-Qur’an sedapat mungkin tanpa menimbulkan kejemuan dan tidak terlalu cepat membacanya "

Sejumlah ulama terdahulu tidak suka mengkhatamkan Al-Qur’an dalam sehari semalam. Mereka bertolak dari hadits shahih yang diriwayatkan Abdullah bin Amrin bin Al-Ash ra, katanya: Rasulullah s.a.w bersada: “Tidaklah orang yang membaca (mengkhatamkan) Al-Qur’an dalam waktu kurang dari tiga hari.” (Riwayat Adu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan lainnya) 


Waktu Permulaan dan Mengkhataman al-Quran

Dalam hal waktu permulaan dan pengkhataman bagi orang yang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam seminggu, maka telah diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Usman bin Affan ra memulai membaca Al-Qur’an pada malam jumat dan mengkhatamkannya pada malam Kamis. 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Dawud dari Umar bin Murrah At-Tabi’i, katanya: “Mereka suka  mengkhatamkan Al-Qur’an dari awal malam atau dari awal siang.”

Diriwayatkan dari Thalhah bin Musharif seorang tabi'in, katanya: “Barangsiapa mengkhatamkan Al-Qur’an pada waktu manapun pada waktu siang, maka para malaikat mendoakan baginya sampai petang. Dan siapa yang mengkhatamkan Al-Qur’an pada waktu manapun dari waktu malam, maka para malaikat mendoakan baginya sampai pagi.” 


  1. Senantiasa membaca Al-Qur’an pada waktu malam. 

Hendaklah seorang penghafal Al-Qur’an lebih banyak membaca Al-Qur’an pada waktu malam dan dalam shalat malam. Allah berfirman: “…diantara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah s.w.t pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sholat). Mereka beriman kepada Allah s.w.t dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) berbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang sholeh. (QS Ali Imran: 113-114)

Diriwayatkan dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim dari Rasulullah s.a.w bahwa Nabi bersabda: “Sebaik-baik lelaki ialah Abdullah (maksudnya Ibnu Umar), seandainya dia mau melaksanakan shalat malam.”

B. Perintah memelihara Al-Qur’an dan peringatan agar tidak melupakannya. 


Diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari ra dari Nabi s.a.w, bersabda : “Peliharalah Al-Qur’an ini. Demi Tuhan yang nyawa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh dia lebih mudah lepas dari unta dalam ikatannya.” (Riwayat Bukhari & Muslim)

Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah s.a.w bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan penghafal Al-Qur’an adalah seperti unta yang terikat. Jika dia memperhatikan unta itu, dia mampu menahannya. Dan jika dilepaskan, ia akan pergi.” (Riwayat Bukhari & Muslim)

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, katanya: Rasulullah s.a.w bersabda:  “Ditunjukkan kepadaku pahala-pahala umatku hingga (pahala) kotoran yang dikeluarkan seseorang dari Masjid. Dan ditunjukkan kepadaku dosa-dosa umatku. Maka tidaklah kulihat dosa yang lebih besar daripada surah atau ayat dari Al-Qur’an yang dihafal oleh seseorang, kemudian dilupakannya.” (Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi)


C.  Orang yang tertidur sebelum membaca wiridnya. 


Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khatab ra, katanya: Rasulullah s.a.w bersabda:  “Barangsiapa tertidur sebelum membaca hizibnya pada waktu malam atau sebagian dari padanya, kemudian membacanya antara shalat Fajar dan shalat Zuhur, maka dia ditulis seolah-olah membacanya pada waktu malam.” ((HR.  Muslim)

Diriwayatkan dari Sulaiman bin Yasar, katanya: “Abu Usaid r.a. berkata, “Semalam aku tertidur sebelum membaca wiridku sehingga pagi. Apabila tiba waktu pagi, aku mengucapkan istirja’ (Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun). Wiridku adalah surah Al-Baqarah. Kemudian aku bermimpi seolah-oleh seekor lembu menandukku.” (Riwayat Ibnu Abi Dawud)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dari salah seorang penghafal Al-Qur’an bahwa pada suatu malam dia tertidur sebelum membaca hizibnya kemudian dia bermimpi seolah-olah ada orang berkata kepadanya:  Aku heran pada tubuh yang sehat, dan pemuda yang tidur sehingga pagi. Sedang kematian tidak dapat dihindari kedatangannya, Bahkan di kegelapan malam pun kematian mungkin akan tiba


Demikianlah hal-hal yang perlu dijadikan pedoman bagi para penghafal al-Qur'an / Haamilul Quran. Bagi kita yang merasa masih tahap belajar membaca, tentu ada baiknya dapat mengambil pelajaran dari uraian diatas. Semoga Allah senantiasa membimbing kita ke jalan yang lurus. Aamiin. Wallahu A'lam bish Showaab


By : Al-Hikmah Tegal


ARTIKEL TERKAIT

Posting Komentar