ZHsUuqapmVq6WEAviVpqkm2vfcrvCXMDInLmHdSj

AMAL RIYA YANG SAMAR, WAJIB DI WASPADAI

Daftar Isi [ Buka ]

 

Amal riya

Setelah sebelumnya murid atau salik (penempuh jalan spiritual) melalui tahapan/ tangga spiritual Meninggalkan perkara mubah, maka tahapan selanjutnya adalah Menghindari Riya.



A.  Pengertian Riya'

Secara bahasa, riya' adalah memperlihatkan kepada orang lain sesuatu yang berbeda dengan yang ada padanya. 

Adapun secara istilah, riya’ adalah menampakkan ibadah karena niat dilihat manusia, lalu mereka akan memuji pelaku ibadah tersebut. [Fathul Bari : 18/336]

Asal mula perbuatan riya', sebagaimana  dikatakan Imam Al-Ghazali adalah “Mencari kedudukan di hati manusia dengan menunjukkan kualitas kebaikannya ... ” [Ihya' Ulum al-Din : 2/483]

Sedangkan menurut Imam Hasan al - Basri, asal mula riya' adalah :  "cinta pujian". [Al-Auliya' Li Ibn Abi ad-Dunya : 1/69]

B.  Perintah Ikhlash dalam setiap amal perbuatan

Allah telah mensyariatkan beberapa ibadah pada para hamba-Nya, seperti sholat, puasa, haji dan umrah, dan juga telah menetapkan dasar amal/ perbuatan dan ibadah adalah ikhlash dan memurnikan niat hanya karena Allah semata, serta tidak adanya maksud untuk saling menampakkan dan bermegah-megahan di antara manusia. 

Ikhlash merupakan syarat sah dan syarat diterimanya amal/ perbuatan di sisi Allah, sebagaimana hal ini ditegaskan dalam firman-Nya :

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Artinya :
"Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah SWT dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar). (QS Al Bayyinah : 5)

Hubungan amal dengan niat sangatlah erat sekali, karena manusia akan di hisab kelak pada hari kiamat sesuai niat masing-masing. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi :

نَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ

Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Niat yang benar merupakan jalan memperoleh ridho Allah dan juga jalan masuk surga kelak di hari kiamat. Untuk itu wajib atas tiap muslim untuk memurnikan niat tiap amal hanya karena Allah semata

C.  Beberapa contoh amal riya' yang samar

Sudah sewajibnya seorang salik harus menghindarkan diri dari riya', karena riya adalah racun yang mematikan dan dapat melebur pahala amal dan mematikan hati. 

Para Arif billah sepakat bahwa diantara tanda-tanda riya, adalah menganggap enak dalam melakukan ibadah

Karena hal ini bertentangan dengan watak asli manusia. Manusia, pada umumnya, tidak akan menganggap enak dalam melakukan ibadah, kecuali bila perbuatan tersebut sesuai dengan seleranya. Bila tidak, pelaksanaan ibadah akan terasa sangat berat. 

Riya’ sangat halus sekali muncul dalam hati manusia, sehingga sulit untuk membedakan manakah riya’ dan manakah ikhlas. Untuk itu seorang salik harus selalu belajar untuk menjaga ikhlas dalam menuju Allah. Dan tidak menganggap mudah terhadap hal ini, serta tidak menganggap remeh terhadap kebiasaan diri terhadap riya’ ini. 

Berikut ini beberapa contoh perbuatan yang dikategorikan riya', sebagaimana diulas oleh Sayyid Abdul Wahhab Asy-Sya'rani dalam kitabnya : Al-Minah al-Saniyyah

  1. Melakukan amal untuk Allah tapi masih dibarengi dengan tujuan-tujuan lain. 

Abdul Qodir Ad-Dasthuthi berkata, "Murnikan tujuan amalmu hanya kepada Allah. Jangan sepelekan masalah ini dengan membaurkannya bersama hasrat-hasrat nafsumu. Bila tidak, amal ibadahmu akan rusak. Pendorong amal perbuatan manusia biasanya ada dua; kepentingan dunia dan akhirat. Ini sesungguhnya juga termasuk jalan menuju riya yang sangat sulit dihindari. Bila kepentingan akhirat mengalahkan kepentingan duniawi, berarti amalnya masih bercampur dengan riya.

Sebagian ulama lain menyatakan, kepentingan akhirat yang mengalahkan kepentingan duniawi masih sama artinya pekerjaan yang melulu didorong oleh kepentingan duniawi. Artinya, amal tersebut tidak termaafkan; tidak diterima.

Contoh perbuatan yang didorong kepentingan ukhrowi dan duniawi. Misalnya, seseorang punya kepentingan dengan pembesar. Kebetulan pembesar tersebut melakukan sholat jamaah di suatu masjid pada barisan terdepan. Orang itupun melakukan jamaah di masjid yang sama dan pada barisan terdepan. Niatnya, selain untuk memenuhi kewajiban, juga agar kepentingannya dengan pembesar tersebut bisa tercapai. Jelas, niat ibadahnya bukan sekedar untuk Allah; melainkan masih ada tujuan-tujuan lain, bahkan tujuan lain yang bersifat duniawi justru tampak lebih dominan. 

Karena itu, para ulama menyatakan, mentauhidkan (memurnikan) niat adalah wajib, agar manusia tidak terpengaruh; bisa menyatukan pikiran dan hatinya hanya untuk berhubungan kepada Allah. 


  1. Orang yang melakukan ibadah agar bisa dekat kepada Allah. 
Ini layaknya seperti melakukan pekerjaan yang bertujuan untuk mencari upah. Ini juga termasuk riya yang sangat halus. Sehingga para ulama menyatakan, penyakit ibadah ini sangat sulit dirasakan. Terkadang ada orang yang telah melakukan ibadah demikian lama dan mencapai kedudukan di sisi Allah. Akan tetapi, kemudian ditolak, "Kembalilah! Kamu bukan termasuk ahli ibadah". 

Sesungguhnya, ibadah yang benar adalah melakukan amal perbuatan semata-mata hanya untuk memenuhi perintah dan hak-hak Allah swt.

  1. Orang yang mengaku punya kedudukan tertentu disisi Tuhan, padahal ia sebenarnya belum mencapai derajat itu. Atau, telah mencapai derajat yang dikatakan itu, namun belum boleh diberitahukan. 

Pengakuan ini akan mendatangkan siksaan dan menghalangi salik dari kedudukan yang diklaimnya. Selamanya, ia tidak akan bisa mencapai derajat yang dikatakan.

  1. Merasa senang bila amalnya bisa dilihat orang.

Perasaan ini termasuk penyakit yang sangat berbahaya.

Menurut Abu Hasan As- Syadzili, "Amal yang disertai perasaan senang seperti ini tidak bisa menambah kedudukannya disisi Tuhan, melainkan justru mendatangkan murka dan semakin menjauhkan dari-Nya".

Persoalan ini jarang disadari dan dimengerti oleh manusia. Karena itu, para ulama mewajibkan seseorang untuk senantiasa merahasiakan amal perbuatan baiknya, sehingga ia kuat dan siap untuk melakukan perbuatan dengan ikhlas. 

Terkadang memang ada seseorang yang melakukan perbuatan tertentu sehingga dia dipuji masyarakat; dan dia tidak menghendaki pujian itu. Dengan itu, ia mengira bahwa dirinya sudah termasuk orang yang ikhlas. Maka, hal inipun termasuk juga riya'. 

Atau, ada orang yang menolak pemberian demi menjaga kehormatan dirinya. Dia kemudian dipuji masyarakat. Ia sendiri tidak menghendaki pujian itu, tetapi kemudian memperhatikannya. Maka perbuatan inipun kembali kepada riya', walau pada asalnya tidak ada maksud demikian.

 

  1. Meninggalkan amal ibadah karena manusia. 
Syaikh Fudhail ibn Iyadh berkata; “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya dan melakukan amal karena manusia adalah syirik. Apa yang dinamakan ikhlas adalah kamu menjaga dari keduanya".

Maksudnya, orang yang hendak melakukan ibadah kemudian diurungkan karena khawatir --pujian-- manusia, maka itu termasuk riya. Sebab, ia berarti telah meninggalkan sesuatu karena manusia; bukan karena Allah. Akan tetapi, bila meninggalkan ibadah tersebut untuk kemudian melakukannya di tempat yang sepi --agar tidak diketahui orang-- maka itu adalah lebih baik. Namun, untuk ibadah-ibadah wajib, atau bila orang yang bersangkutan termasuk pembesar atau pemuka masyarakat yang selalu diikuti, maka hal itu lebih baik dilakukan secara terang-terangan. 


  1. Menceritakan kebaikan-kebaikan dimasa lalu, tanpa ada maksud-maksud tertentu yang bisa dibenarkan menurut agama. 
Sesungguhnya, mengungkap kembali kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan dimasa lalu tanpa ada tujuan yang bisa dibenarkan, bisa merubah amal tersebut dalam bentuk riya.

Ali al-Khowash menyatakan, jangan sampai seseorang mengungkit-ungkit kembali atau menceritakan amal baik yang pernah dilakukan. Sebab, hal itu sama artinya dengan riya. Ia bisa melebur pahala amalnya yang telah lalu. Namun, kesalahan ini bisa dipulihkan; dengan taubat. Bila seseorang bertaubat dengan benar dan sungguh-sungguh, maka amal yang telah dilakukan akan kembali menjadi amal yang sah, dengan kehendak Allah. 


  1. Menghentikan senda gurau yang diperbolehkan agama, karena munculnya orang yang disegani

Fudail ibn Iyadh berkata, "Seandainya dikabarkan padaku bahwa seorang pemimpin tinggi akan datang, kemudian aku merapikan rambut dan jenggotku, sungguh aku takut bahwa hal itu akan menyebabkan aku ditulis sebagai orang yang munafiq".

Karena itu, hendaknya seseorang tidak menghentikan senda-guraunya yang diperbolehkan agama hanya karena masuknya orang yang disegani, kecuali dengan niat baik. 

Sungguh, terbukanya rahasia seseorang ditangan pemimpin atau orang yang disegani adalah lebih baik daripada berlaku munafiq. 


  1. Melebih-lebihkan sikap sopan dan tawadhu di depan pembesar

Ali Al-Khowash berkata, "Bila seorang pemimpin datang dan kalian sedang bertasbih, maka jangan kamu teruskan bacaan tasbihmu kecuali dengan niat baik. Hati-hatilah, jangan bersenda gurau melupakan Allah, tetapi buru-buru membaca tasbih begitu seseorang yang disegani muncul. Tanpa didasari niat baik, maka perbuatan seperti itu justru akan menghancurkan semua amal perbuatan".



Demikian diantara contoh-contoh amal riya' yang samar. Karena samar, maka banyak yang tidak terselamatkan darinya. Membacanya saja terasa berat, terlebih penerapannya dalam kehidupan keseharian kita. Setidaknya tulisan ini diharapkan menjadi rambu-rambu untuk kita agar lebih berhati-hati dalam beramal jangan sampai terulang adanya besitan hati dan lintasan pikiran yang tidak tertuju kepada Allah.

Mudah-mudahan Allah selalu memberikan kekuatan iman kepada kita semua sehingga kita mampu memurnikan niat dalam beramal hanya khusus Allah semata.



Demikianlah tahapan yang perlu dijalani salik dalam menuju Tuhannya. Untuk tahapan selanjutnya, Tidak menyakiti orang lain, klik di SINI

Wallaahu A'lam bish Showaab

al-Hikmah Tegal



--------------------------
Daftar Pustaka : 
Al-Minah al-Saniyyah 'ala al-Washiyyah al-Matbuliyyah, Syaikh Abdul Wahhab Al- Sya'rani

ARTIKEL TERKAIT

Posting Komentar