ZHsUuqapmVq6WEAviVpqkm2vfcrvCXMDInLmHdSj

MEMAHAMI MAKNA MUHASABAH

Daftar Isi [ Buka ]
Makna dan Hukum Muhasabh


1.  Makna Muhasabah

Imam al-Mawardi رحمه الله mengatakan: "Muha­sabah adalah mengintrospeksi diri pada malam hari terhadap aktivitasnya di siang hari. Apabila terpuji maka dilanjutkan dengan perbuatan yang semisal. Jika ternyata jelek, dia akan memperbaiki dan tidak mengulanginya di hari esok." (Adab Dunya wa ad-Dinhlm. 560, al-Mawardi, Tahqiq, Yasin Muhammad as-Sawas)

Muhasabah adalah ketika akal memperhatikan kondisi jiwa, semakin baik atau semakin rusak. Se­lalu bertanya terhadap perbuatan yang dikerjakan. Mengapa dikerjakan, dan untuk siapa? Jika kebaik­an ini karena Alloh عزّوجلّ dia akan meneruskannya, jika tidak maka dihentikan. Dia akan selalu mencela jiwa atas kelalaian dan kesalahan, jika bisa ditambal dengan perbuatan baik yang menghapusnya, dia akan segera mengerjakannya." (Silsilah A'mal al-Qulub, hlm. 269, Qism Tahqiq bi Markaz Dr. Abdul Warits al-Haddad, Kairo)

2.  Hukum Muhasabah

Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله mengatakan: "Karena seorang hamba akan dihisab atas segala sesuatu, sampai pendengaran, mata dan hatinya sebagai­mana Alloh berfirman :

 إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً 

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. al-Isro’ [17]: 36) 

Semestinya, setiap insan melakukan muhasabah dirinya sebe­lum dia diteliti dalam perhitungan hari kiamat. 

Yang menunjukkan wajibnya introspeksi diri ada­lah firman Alloh سبحانه و تعالي yang berbunyi:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ 

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)." (QS. al-Hasyr [59]: 18) 

Yaitu hendaklah setiap orang melihat apa yang sudah diperbuatnya untuk hari kiamat, apakah amalannya termasuk amalan yang sholih yang bisa menyelamatkan dirinya ataukah amalan yang jelek yang akan membinasakannya. Walhasil, bahwa ke­baikan hati adalah dengan muhasabah diri. Hati akan jelek jika diremehkan dan ditinggalkan." (Ighotsatul Lahfan: 1/167, Ibnul Qoyyim, Tahqiq, Ali Hasan Ali Abdul Hamid)

3.  Klasifikasi Jiwa Manusia


Jiwa manusia ada tiga macam : 

3.1. Jiwa yang jelek 


Adalah jiwa yang selalu memerintahkan ber­buat kejelekan, mengikuti hawa nafsu, kesesatan dan tempat-tempat yang jelek. 

Mengenai jenis jiwa ini Alloh سبحانه و تعالي berfirman:

 وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ 

"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Robbku. Sesungguhnya Robbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Yusuf [12]: 53) 

Pada umumnya, kejelekan jiwa itu berkisar dua perkara: mengerjakan kemak­siatan atau lemah dalam mengerjakan ketaatan.

 3.2.  Jiwa yang tenang dan baik 


Adalah jiwa yang memerintahkan kebaikan dan melarang dari kejelekan. Selalu tenang ingat kepada Alloh, kembali dan taubat kepada-Nya, dan selalu dekat dan rindu berjumpa dengan Alloh.

Mengenai jenis jiwa ini, Alloh سبحانه و تعالي berfirman:
 
  يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ. ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً 

"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Robbmu de­ngan hati yang puas lagi diridhoi-Nya." (QS. al-Fajr [89]: 27-28) 

3.3.  Jiwa yang selalu mencela dan menyesal 

Jiwa jenis ini ada yang mengatakan adalah sifat bagi jiwa yang baik dan jelek. Karena jiwa yang baik akan mencela perbuatan jelek, dan jiwa yang jelek akan mencela perbuatan baik. 

Alloh  سبحانه و تعالي berfirman :

 لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ. وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ 

 "Aku bersumpah demi hari kiamat. Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)." (QS. al-Qiyamah [75]: 1-2)"

Demikian sebagai bahasan pertama tentang muhasabah/ introspeksi diri. Insya Alah akan dilengkapi dengan penjelasan lain yang terkait dengan bahasan tersebut. Mudah-mudahan tulisan sederhana ini akan bermanfaat untuk sahabat semua. Bila ada kekurangan atau bahkan kekeliruan itu semata-mata dari diri hamba Al-Faqiir. Mohon maklum adanaya. Terima Kasih


Tegal, 28 Juli 2020
Penulis

Al-faqiir ilaa Rahamatillah

=========

Sumber bacaan :
Ighotsatul Lahfan1/153-156, Ibnul Qoyyim

ARTIKEL TERKAIT

Posting Komentar