ZHsUuqapmVq6WEAviVpqkm2vfcrvCXMDInLmHdSj

SIAPA SAJA YANG DIWAJIBKAN PUASA RAMADHAN

Daftar Isi [ Buka ]

 

Syarat wajib puasa

Judul posting ini merupakan lanjutan posting sebelumnya tentang Makna, Hukum dan hikmah Puasa Ramadhan. Kali ini kita akan mempelajari bersama tentang Syarat Wajib Puasa Ramadhan.

Syarat wajib adalah syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum melaksanakan suatu ibadah. Seseorang yang tidak memenuhi syarat wajib, maka gugurlah tuntutan kewajiban kepadanya. Sedangkan rukun adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam sebuah ibadah.

Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami dalam kitabnya : Safiinah al-Najah halaman 116, menyebutkan bahwa syarat wajib puasa ada 5 (lima), yaitu : (1) Islam, (2) taklif (baligh dan berakal), (3) mampu, (4) sehat, dan (5) mukim.  

Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantaniy dalam kitab Kasyifatus Saja memberikan penjelasan ke 5 syarat wajib tersebut :


1. Islam

Perintah puasa tidak ditujukan kepada orang-orang kafir, dan juga orang murtad. Untuk itu, sekira mereka berpuasa maka puasanya tidak sah, karena Islam merupakan syarat sah diterimanya amal ibadah


2. Taklif

Yang dimaksud taklif di sini adalah sudah baligh dan juga berakal. Maka tidak wajib berpuasa bagi anak kecil, orang gila, orang yang pingsan dan orang yang mabuk berat.

Wajib qadha puasa bagi mereka yang pingsan dan mabuk berat, apakah pingsan dan mabuknya disengaja atau tidak. Hanya saja bagi mereka yang mabuknya disengaja, wajib meng-qadha puasa secepatnya dan boleh dinantikan (tidak secepatnya) bagi mereka yang mabuknya tidak disengaja 

Tidak diwajibkan puasa Ramadhan bagi anak-anak kecil, baik yang sudah mumayyiz atau belum mumayyiz (anak yang telah mencapai usia sekitar 7 tahun dan dianggap bisa membedakan antara hal bermanfaat dan hal berbahaya bagi dirinya), yang demikian karena perintah syariat tidak dibebankan kepada seseorang kecuali ia telah baligh, sesuai dengan hadis Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ : عن النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ ، وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ ، وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

"Diangkat pena (beban dosa) dari tiga macam : orang tidur sampai bangun. Anak kecil sampai bermimpi (baligh) dan orang gila sampai berakal (sembuh)". (HR. Ahmad, Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majah)

Tanda Baligh

3 (tiga) hal yang menandai bahwa seorang anak telah menginjak baligh:

  1. Usia telah mencapai 15 tahun bagi laki-laki atau perempuan
  2. Bermimpi (junub) bagi laki-laki dan perempuan ketika melewati umur sembilan tahun.
  3. Keluar darah haidh bagi perempuan sesudah berumur sembilan tahun.

3. Mampu

Puasa Ramadhan hanya diwajibkan bagi muslim yang mempunyai kemampuan melaksanakannya. Maka tidak diwajibkan atas orang yang lemah, seperti orang yang sudah lanjut usia dan orang yang sakit parah yang tidak ada harapan sembuh, maka mereka cukup membayar tebusan (fidyah) untuk tiap hari yang ditinggalkan sebesar 1 mud (675 gram atau 6,75 ons liter) dan tidak perlu mengganti puasa (qadha). 

Fidyah wajib di berikan kepada kaum faqir miskin. Adapun waktu pemberiannya boleh di hari pertama (setelah terbit fajar) atau hari terakhir Ramadhan. Tidak boleh diberikan sebelum Ramadhan tiba.


4.  Sehat

Maka tidak wajib puasa bagi mereka yang sakit. Dalam kitab Syarah kitab Minhaj al-Tholibin dikatakan bahwa diperbolehkan tidak berpuasa dengan niat keringanan bagi mereka yang sakit, yang apabila puasa maka puasanya itu akan menambah sakitnya, serta sakitnya tersebut memperbolehkan dia bertayamum

Jika seseorang puasa lalu sakit dan sakitnya itu terus menerus, maka dia boleh tidak berpuasa atau meninggalkan niat puasa untuk hari selanjutnya. Namun jika sakitnya tidak terus menerus maka kondisional saja, maksudnya adalah jika dia sedang tidak sakit maka wajib berniat puasa, sedangkan jika sakitnya datang kembali dan dia merasa harus berbuka (karena tidak kuat) maka boleh berbuka (membatalkan puasanya) 


5.  Mukim

Maka boleh meninggalkan puasa bagi orang yang melakukan safar (perjalanan jauh) dengan niat keringanan. Jika perjalanan tersebut memang membahayakan (sekira diteruskan berpuasa), maka berbuka adalah lebih utama. Namun sekira perjalanan tersebut tidak menimbulkan bahaya apapun, maka tetap berpuasa itu lebih utama

Imam Ziyadi, sebagaimana dinukil oleh Imam Nawawi al-Bantaniy, berkata : "diperbolehkan berbuka bagi musafir jika perjalanannya sebelum terbit fajar. Maka ketika dia niat puasa di malam hari, lalu dia ragu apakah berangkatnya itu sebelum atau sesudah terbit fajar, maka dia tidak boleh berbuka (membatalkan puasanya)".

Tidak dibenarkan berbuka bagi musafir yang selalu melakukan perjalanan seperti sopir, karena kondisi mereka sehari-harinya seperti itu, kecuali kalau memang melakukan perjalanannya tidak setiap hari, seperti sopir tembak dan dia sudah siap untuk melakukan qadha pada hari-hari ketika tidak melakukan perjalanan. Demikianlah seperti yang dikatakan Imam Subkhi dan Imam Ramli 


Tanbih :

Sebagai pelengkap penjelasan di atas, kami kutipkan penjelasan tentang syarat wajib puasa dalam kitab Minhaj al-Tholibin karya Syaikh Imam Nawawi :

  • Anak kecil diperintahkan berpuasa pada umur tujuh tahun apabila sudah mampu, ini dimaksudkan untuk melatih pembiasaan ibadah
  • Apabila musafir dan orang sakit berbuka (tidak puasa), maka mereka wajib meng-qadha; demikian juga wajib meng-qadha puasa bagi wanita haid, orang yang berbuka tanpa udzur, dan orang yang meninggalkan niat puasa
  • Wajib meng-qadha puasa yang tertinggal karena pingsan atau murtad; tidak (meng-qadha) karena asli kafir, masih kecil, atau gila.
  • Seandainya seseorang mencapai usia baligh pada siang hari dalam keadaan berpuasa, maka wajib melanjutkan/ menyempurnakan puasanya tanpa qadha.
  • Seandainya pada siang hari seseorang mencapai usia baligh dalam keadaan berbuka (tidak puasa), atau sadar (dari pingsan), atau masuk Islam, maka tidak wajib meng-qadha menurut pendapat yang ashah/ kuat; dan tidak wajib bagi mereka untuk menahan diri (tetap berpuasa/ tidak membatalkan puasanya) di sisa siangnya menurut pendapat yang ashah. 
  • Dan wajib menahan diri bagi orang yang melanggar dengan berbuka atau orang yang lupa berniat; tidak wajib (menahan diri) bagi musafir dan orang sakit meskipun telah hilang udzurnya setelah berbuka; seandainya udzur keduanya telah hilang sebelum makan dan keduanya tidak berniat puasa tadi malam, maka (hukumnya) sepert itu (tidak wajib menahan diri) menurut pendapat madzhab Syafiiyyah
  • Menurut pendapat yang kuat : wajib (menahan diri) bagi orang yang sudah makan pada hari syakk (tanggal 30 Sya'ban), kemudian ternyata hari itu sudah masuk Ramadhan.
  • Menahan diri pada sisa hari adalah khusus pada puasa Ramadhan, tidak pada puasa nadzar atau qadha.

ARTIKEL TERKAIT

Posting Komentar