ZHsUuqapmVq6WEAviVpqkm2vfcrvCXMDInLmHdSj

Tidak Curang Dalam Pekerjaan

Daftar Isi [ Buka ]
tidak berbuat curang dalam kerja

Setelah sebelumnya murid atau salik (penempuh jalan spiritual) melalui tahapan/ tangga spiritual Menjaga rasa malu, maka tahapan selanjutnya adalah Tidak curang dalam pekerjaan. 


Agama sangat menekankan kejujuran dalam semua aktifitas manusia. Salah satunya adalah jujur saat bekerja. Sikap jujur akan melahirkan kepercayaan antara satu orang dan lainnya. Sikap jujur juga menjauhkan rasa curiga hingga kekhawatiran akan rusaknya sebuah kepercayaan yang dibangun. 

Maka menjadi sangat penting bagi salik untuk mengetahui adanya larangan keras praktek kecurangan dalam pekerjaan 


A. Perintah bekerja 

Islam merupakan agama yang sempurna; tidak hanya berbicara aspek akhirat saja, tapi juga aspek duniawi. Islam tidak melupakan sisi kehidupan dunianya seorang muslim, bahkan menganjurkan kepada mereka untuk bekerja dan mencari rejeki. Banyak dalil yang menguatkan pernyataan tersebut. Salah satunya, Allah ‘azza wa jalla berfirman : 

وَلَقَدْ مَكَّنَّٰكُمْ فِى ٱلْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَٰيِشَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ

"Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.” (QS: Al-A’raf:10) 

Allah 'azza wa Jalla juga berfirman : 

وَجَعَلْنَا ٱلنَّهَارَ مَعَاشًا 

Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan.” (QS: An-Naba’:11) 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : 

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يده

"Tidaklah seorang memakan makanan yang lebih baik daripada hasil usahanya sendiri. Sungguh, Nabi Dawud ‘alaihissalam, beliau makan dari hasil jerih payah tangannya” (HR. Bukhari ) 


B. Larangan curang dalam pekerjaan 

Menipu atau berlaku curang dalam pekerjaan adalah perbuatan yang sangat dicela oleh agama. Salik harus memperhatikan hal ini. 

Pada suatu ketika Rasul pergi ke pasar dan dijumpainya disana setumpuk makanan. Kemudian Rasul memasukkan tangannya dalam makanan tersebut, dan ternyata didalamnya basah. "Mengapa ini?", tanya Rasul kepada si penjual. "Wahai Rasul, makanan itu tadi terkena hujan", jawab si pemilik makanan. "Mengapa makanan yang basah tidak kamu taruh diatas sehingga orang-orang bisa tahu". Rasulullah selanjutnya bersabda, "Siapa yang menipu (berlaku curang), bukan termasuk golonganku". (HR. Muslim) 

Setiap manusia, pada dasarnya, sadar akan apa yang ia lakukan; apakah dia telah berlaku jujur atau curang. Allah menjadikan manusia mempercayai atas dirinya sendiri. Bila menipu, berarti menghianati agamanya, dirinya sendiri dan masyarakatnya. 

Para ulama menyatakan, siapa yang berlaku baik dalam pekerjaannya, Allah berikan berkah dalam usahanya. Sedemikian, sehingga tanpa disadari, ia menjadi orang yang berkecukupan. Sebaliknya, siapa yang menipu, niscaya terbuka kejelekannya. Ia segera menjadi buah bibir masyarakat. Sesungguhnya, Allah menjadikan kemiskinan dalam penipuan dan menjadikan berkah dalam ketelitian dan kejujuran. 

Sejak awal, para pemimpin thoriqah sangat menekankan agar para muridnya bekerja. Abu Hasan As-Syadzili, tokoh dan pemimpin thoriqot Syadzili mengatakan, "Siapa yang bekerja keras dan tetap teguh dalam menjalankan perintah Allah, ia berarti telah sempurna mujahadah-nya" (kesungguhan untuk memerangi dan menundukkan hawa nafsu untuk diarahkan kepada ajaran agama yang benar) 

Sedang Abu Al-Abbas Al-Mursi berkata; "Bekerjalah. Jadikan alat tenunmu sebagai tasbih. Jadikan kapakmu sebagai tasbih. Jadikan jahitmu sebagai tasbih dan jadikan pula perjalananmu sebagai tasbih".  

Bekerja adalah sesuatu yang wajib, sebagaimana sholat, puasa, haji dan lain sebagainya. Ia termasuk bagian dan pendukung kekuatan iman. Laki-laki yang tidak bekerja adalah sama seperti perempuan. 

Rasul sendiri membawa risalah bukan dengan memerintahkan para shahabat meninggalkan pekerjaannya. Sebaliknya, Rasul tetap memerintahkan mereka aktif pada apa yang telah dilakukan. Rasul hanya memerintahkan mereka berbuat baik dan jujur dalam pekerjaannya. 

Karena itulah, untuk menempuh jalan menuju Allah, guru pembimbing yang sempurna adalah guru yang tetap menganjurkan para muridnya bekerja. Bukan guru yang melarang muridnya bekerja untuk kemudian membimbing mereka menuju Allah. 

Sesungguhnya, pekerjaan yang diperbolehkan agama tidak akan menghalangi seseorang untuk masuk dalam Hadlirat Ilahy. Berbeda dengan pekerjaan-pekerjaan yang dilarang. Bekerja sangat penting untuk menjaga keimanan, kehormatan dan kemandirian. 

Sedemikian, sehingga orang mukmin yang bekerja adalah lebih baik daripada guru thoriqot yang tidak mempunyai pekerjaan, yang makanannya hanya mengharap dari pemberian sedekah dan penyaluran zakat masyarakat. 


C. Keutamaan-keutaman orang yang bekerja 

Salik yang bekerja mempunyai kelebihan-kelebihan dibanding mereka yang tidak bekerja. karena beberapa keutamaan sebagai berikut : 

  1. Ia makan dari hasil usahanya sendiri secara halal dan suci, bukan dari sedekah atau zakat yang semua itu pada hakekatnya adalah harta kotor. 
  2. Ia terhindar dari anggapan bahwa dirinya adalah orang yang berilmu, sehingga tidak akan muncul sikap sombong dan menganggap remeh orang lain. 
  3. Dengan rutinitas pekerjaan, salik akan terhindar dari menyerupakan Allah dengan lainnya. 
  4. Ketika Salik secara tidak sengaja bermaksiat, maka mereka akan memandang maksiat itu sebagai suatu yang menjijikkan, dan tanpa sadar dosa maksiat itu hancur lebur karena pekerjaan yang dilakukannya dengan niat ibadah. 

Demikianlah diantara kelebihan-kelebihan orang yang bekerja. Bahkan, Imam Ali Al-Khowash pernah menyatakan: "Seorang yang makan dari hasil usahanya sendiri, walau dari pekerjaan yang makruh, adalah masih lebih baik daripada seorang ahli ibadah yang makan dengan mengharap pemberian dari orang lain". 


D. Luruskan niat dalam bekerja

Meski Islam sangat menganjurkan untuk bekerja, akan tetapi, perlu diingat, sebuah pekerjaan yang dilakukan untuk menumpuk-numpuk harta dan demi kesombongan juga sangat dicela.

Diriwayatkan dalam sebuah hadits, "Siapa yang mencari harta secara halal, dengan maksud menumpuk-numpuknya dan untuk kesombongan, Tuhan akan menemuinya di akhirat kelak dengan kemurkaan-Nya" (Hadits).

Dengan demikian, sudah seyogyanya bagi salik menjalani rutinitas mu’amalah-nya dengan jujur, penuh keikhlasan, dan bekerja hanya untuk menahan dirinya dari meminta-minta, serta tidak berlebih-lebihan dalam mencari rizki. Imam Syafi’i berkata: “Mencari harta halal yang lebih, merupakan suatu siksaan yang diberikan oleh Allah pada ahli tauhid”. 

ARTIKEL TERKAIT

Posting Komentar