Daftar Isi [ Buka ]
Seorang salik (penempuh jalan spiritual) menuju sang
Wajib al-Wujud (Allah) melalui tahapan-tahapan yang harus
dilampauinya. Tanpa tahapan-tahapan itu niscaya seorang salik tidak
akan mendapati apa yang dicarinya; tidak akan sampai pada apa yang menjadi
tujuannya.
Admin menjadikan kitab Minahus Saniyah karya Sayyid Abd al-Wahab
al-Sya'roni, sebagai rujukan utama dalam menguraikan tahapan-tahapan seorang
Salik dalam menempuh tangga-tangga spiritual. Masing-masing tangga
ini memiliki keterkaitan antara anak tangga yang satu dengan anak tangga
yang lainnya. Ketika salah satu anak tangga tidak dijalani, maka
Salik tidak akan sampai pada tujuannya.
Dijelaskan dalam kitab tersebut bahwa tahapan Salik menuju
Wajibul Wujub yang pertama dan paling utama adalah taubat dengan
penuh istiqomah
A. Pengertian Taubat
Taubat secara bahasa adalah meninggalkan. Sedangkan secara istilah
syara' adalah meninggalkan perbuatan-perbuatan yang terlarang untuk
kemudian menggantinya dengan perbuatan yang terpuji.
Taubat menjadi langkah awal bagi salik karena taubat adalah dasar
dari semua maqam yang akan dituju oleh salik itu sendiri. Tanpa
taubat perjalanan spiritual salik bagaikan seseorang yang tidak
memiliki tempat untuk berpijak, atau bagaikan membangun sebuah rumah dengan
batu bata tanpa diberi semen yang niscaya mudah roboh diterjang badai.
B. Tahapan Taubat
Secara berurutan, tahapan taubat yang harus dijalani
Salik adalah sebagai berikut :
- bertaubat dari melakukan dosa besar, kemudian dari dosa kecil, perkara makruh dan perbuatan yang kurang baik
- selanjutnya secara berurutan, bertaubat dari anggapan bahwa dirinya adalah orang baik, bertaubat dari anggapan bahwa dirinya termasuk kekasih Tuhan, bertaubat dari anggapan bahwa dirinya telah benar dalam melakukan taubat, dan bertaubat dari segala kehendak hati yang tidak di ridlai Allah.
- puncaknya, seseorang Salik bertaubat dari lupa bermusyahadah (mengingat) kepada Allah, walau sekejap.
C. Cara Bertaubat
Pada dasarnya, cara taubat itu cukup dengan menyesali dan mengakui dosa-dosa
yang dilakukan. Ini seperti yang terjadi dengan taubatnya nabi Adam ketika
ia terlanjur melakukan perbuatan yang dilarang.
Sebagian ulama, sesuai hasil ijtihad, ada yang menyatakan bahwa taubat harus
disertai dengan niat yang kuat untuk tidak mengulangi lagi. Sebab, orang
yang benar-benar menyesal tentu tidak akan mengulangi kesalahannya lagi.
Dengan taubat yang sungguh-sungguh, segala kesalahan dan dosa yang
berhubungan dengan Allah akan diampuni. Begitu pula tindakan dzalim terhadap
diri sendiri,
kecuali syirik, dan segala yang berhubungan dengan sesama
manusia.
Terkait taubat yang berhubungan dengan sesama manusia, perlu diketahui bahwa
Allah tidak akan mengampuni selama orang yang bersangkutan belum meminta
maaf kepada orang yang disalahi.
D. Kedudukan Taubat
Syaikh Abu Ishaq Ibrahim Al-Matbuli dalam kitabnya :
Qomi' ath-Thughyaan, meletakkan masalah Taubat ini dalam
bahasan pertama, karena taubat merupakan sesuatu yang sangat penting.
Taubat adalah pondasi dari segala perbuatan manusia untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Tanpa dilandasi taubat yang baik dan benar, seseorang yang
ingin menggapai Tuhan-nya adalah seperti orang yang membangun rumah megah
diatas tanah yang labil dan goyah. Tentu, akan mudah hancur. Sebaliknya,
siapa yang benar taubatnya berarti kuat pondasinya.
Karena itu, sebagian ulama menyatakan, “Siapa yang memperkuat taubatnya, Allah akan menjaganya dari segala
yang merusak kesucian amalnya”.
Demikianlah, taubat mempunyai kedudukan dan pengaruh yang sangat besar
bagi amal-amal manusia. Ia sebanding dengan zuhud yang
akan menjaga manusia dari segala sesuatu yang bisa menghalangi
kedekatannya kepada Allah. karena itu, bila seorang Salik tidak
benar cara taubatnya, maka hal itu justru akan menjatuhkan dan
menghancurkan kedudukannya disisi Allah. Apa yang telah dilakukannya
menjadi ringkih seperti bangunan rumah dengan hanya susunan bata tanpa
perekat semen.
Muhammad ibn Inan berkata : "Siapa yang benar cara taubatnya maka itu akan bisa meningkatkan
kedudukannya disisi Allah. Sebaliknya, siapa yang tidak benar cara
taubatnya, maka semuanya hanya omong kosong. Ia tidak akan mampu menjaga
keinginan-keinginan nafsunya, bahkan ia tidak akan mampu menjaga
pikiran-pikiran kotornya, walau saat melakukan shalat
Allah swt sendiri memerintahkan kepada Rasul dan umatnya untuk
bertaubat dengan benar dan lurus. Firman-Nya :
فَٱسْتَقِمْ كَمَآ أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا۟ ۚ
إِنَّهُۥ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan
kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah
kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. [QS. Hud : 11]
Ali al-Khawash juga menyatakan : "Siapa yang benar dan sungguh-sungguh melakukan taubat dan zuhud, akan
tergapai semua kedudukan (maqam) dan perbuatannya menjadi baik"
E. Muhasabah (Introspeksi Diri)
Selanjutnya, dalam perjalanan spiritualnya seorang salik, juga
hendaknya selalu muhasabah (introspeksi diri) di waktu pagi atau
sore; apakah ia telah melakukan hukum-hukum Allah? Apakah anggota
badannya; mata, kaki, tangan dan lisannya telah melaksanakan segala yang
diperintahkan Allah? Bila mendapati dirinya telah melakukannya dengan
benar, maka bersyukurlah tetapi jangan merasa telah baik.
Sebaliknya, bila mendapati dirinya masih berlumuran dosa dan kesalahan,
segeralah istighfar dan menyesalinya kemudian bersyukur kepada
Allah bahwa ia belum terlanjur dalam perbuatan yang lebih parah dan Allah
belum memberikan adzab atau penyakit. Sebab, badan yang melakukan maksiat
berhak menerima siksaan.
Demikianlah tahapan pertama yang perlu dijalani salik dalam menuju Tuhannya. Tahapan selanjutnya, Meninggalkan perkara mubah, klik di SINI
Wallaahu A'lam bish Sowaab
--------------------------
Daftar Pustaka :
Al-Minah al-Saniyyah 'ala al-Washiyyah al-Matbuliyyah, Syaikh Abdul
Wahhab Al- Sya'rani