Daftar Isi [ Buka ]
Semua orang pastinya menghendaki hidup bahagia dan akhir hayatnya
Husnul khatimah (baik akhir hidupnya). Tak sedikit yang terjebak
pada istilah kebahagiaan semu, yakni kebahagiaan yang bersifat sementara;
kebahagiaan yang terbatasi ruang dan waktu dikarenakan kriterianya bersifat
subyektif.
Marilah kita sejenak merenung, dengan memperhatikan sejarah hidup
generasi-generasi awal yang syarat dengan makna, hikmah dan pelajaran.
Dari sinilah diharapkan kita akan memahami kebahagiaan hakiki yang kita
idam-idamkan; hidup bahagia di dunia dan juga bahagia di akhirat
Sebagai langkah awal mari kita perhatikan bersama firman Allah
Azza wa Jalla dalam QS. Yunus : 58
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ
خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu
mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan".
Sebagian ahli tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud fadhlullah
(karunia Allah) dalam ayat di atas adalah Islam, dan
Rahmatullah (Rahmat Allah) adalah Al-Quran. Sebagian ulama yang
lain menafsirkan fadhlullah dengan makna al-Quran dan
Rahmatullah dengan makna Allah menjadikan kita bagian dari
Ahlul Qur'an (orang-orang yang hidupnya senantiasa bersama
al-Qur'an, orang-orang yang hatinya dihuni oleh al-Qur'an)
Dengan demikian barangsiapa yang mendapatkan karunia dan Rahmat Allah
maka ia termasuk dari ahlul Qur'an. Barangsiapa yang menjadi
ahlul Qur'an maka Allah akan memberikan rizki kebahagiaan hakiki
kepadanya, yakni ketenangan hati.
Dalam ayat yang lain, Allah berfirman dalam QS. Ar-Ra'd : 28
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا
بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tenteram
Menjadi jelas bahwa cara untuk mendapatkan kehidupan yang mulia, maka
hiduplah bersama al-Quran.
Berikut ini kisah-kisah inspiratif para
hamilul Qur'an (penghafal dan pengamal al-Quran) yang patut
kita jadikan pelajaran dan bahan untuk introspeksi diri. Mereka adalah
orang-orang yang hidupnya didedikasikan untuk Qur'an sampai
detik-detik akhir hayat mereka-pun masih bersama Qur'an.
Subhaanallah, Allah SWT membalas kontan atas amal mulia
mereka di dunia ini dengan wafat dalam keadaan
Husnul khatimah bersama al-Quran
1. Abdullah bin Abbas
Beliau adalah penerjemah Qur'an kalangan sahabat yang telah didoakan
oleh Nabi Muhammad
اَللّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ
التَّأْوِيْلَ
Ya Allah, berilah kepahaman tentang agama (Islam) kepadanya dan
karuniakanlah ilmu tentang takwil (tafsiran dan pemahaman al-Quran)
Ia mendedikasikan hidupnya untuk al-Quran, yakni mengajarkannya,
menafsirkan isinya serta menjelaskan hukum-hukum dan
asrar (rahasia-rahasia)-nya. Tafsir-tafsirnya atas ayat-ayat
Qur'an menjadi pegangan para generasi sesudahnya. Dedikasinya
tersebut dilakukan hingga akhir hayat.
Pada saat beliau hendak dimakamkan, banyak orang yang mendengar
suara yang keluar dari tepi kuburnya, namun mereka tidak mengetahui
siapa yang mengatakannya. Suara yang mereka dengar :
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ﴿٢٧﴾ ارْجِعِي إِلَىٰ
رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ﴿٢٨﴾ فَادْخُلِي فِي عِبَادِي ﴿٢٩﴾
وَادْخُلِي جَنَّتِي ﴿٣٠
Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku
(QS al-Fajr [89]: 27-30).
Imam Al-Haitsami membenarkan kisah di atas dalam kitabnya
Majma' al-Zawaaid : 9/285. Imam al-Dzahabi juga mengatakan
bahwa kisah di atas adalah kisah yang mutawatir (Siyar A'lam an-Nubala' : 3/358)
2. Abu Ja'far Yazid bin al-Qa'qa' al-Makhzumi al-Madani
Ia lebih dikenal sebagai Abu Ja'far al-Madani (Wafat pada tahun 130
H), adalah seorang ulama dibidang Qira'at al-Qur'an dan juga salah
satu tabi'in. Ia adalah Imam kedelapan dari Imam Qira'at Sepuluh.
Merupakan seorang ulama yang hidupnya juga didedikasikan untuk
al-Quran. Ia menjaga al-Qur'an dalam hatinya sampai akhir
hayatnya.
Pada saat Ia hendak dimandikan, banyak orang yang melihat sesuatu
seperti lembaran mushhaf (Qur'an) yang ada diantara leher dan
dadanya. Imam Nafi Maula Ibn Umar, salah seorang yang ikut
memandikan jenazahnya, mengatakan :
"Tidak diragukan lagi bahwa yang dilihatnya itu adalah cahaya
al-Quran". (Imam Dzahabi, Siyar A'lam an-Nubala' :
5/287)
Subhaanallah, 2 kisah perjalanan hidup ulama masa lalu yang
penuh kemuliaan dan tentunya banyak pelajaran yang bisa kita ambil
sebagai bahan untuk terus introspeksi diri.
Lalu apakah yang demikian hanya terjadi / dialami pada
generasi-generasi awal ??? Jawabannya tentu tidak.
Allah SWT akan selalu menampakkan kemuliaan akhir hayat seseorang yang berpegang teguh dengan al-Qur'an untuk menunjukkan kebenaran Kitab-Nya (al-Quran), bahwa siapapun orangnya yang berpegang teguh dengan al-Qur'an maka akan selamat
Berikut ini beberapa kisah seorang yang hidup di zaman sekarang yang
menutup usianya sebagai "keluarga Allah"
1. Syaikh Amir Sayyid Utsman
Ia adalah syaikh atau guru para qari’ di
Majma Raja Fahd untuk Pengadaan Al-Quran di Madinah
Munawarah. Sebelum wafat, selama 7 tahun syaraf bicaranya terputus
sehingga tidak bisa bersuara. Ia jalani ujian Allah ini dengan penuh
ketabahan dan tak ada kata penyesalan. Meski tak mampu bicara, Ia
tetap mengajar murid-muridnya dengan menggunakan isyarat bibir,
gerakan tubuh dan tarikan nafasnya. Kemudian, beliau sakit keras dan selama itu beliau berbaring di rumah
sakit.
Tiga hari sebelum Ia meninggal, para perawat dan pasien rumah sakit dikagetkan dengan peristiwa aneh
yang terjadi pada beliau. Mereka mendapati beliau melantunkan
ayat-ayat Allah dengan suara yang jelas dan merdu. Padahal, sebelumnya
beliau tidak mampu bersuara. Hal ini terus berlangsung sampai 3 hari
lamanya. Beliau mengkhatamkan Al-Quran dari surat al-Fatihah sampai
surat an-Nas. Setelah itu, beliau meninggal dunia. (Al-Jaza min Jins al-'Amal lil 'Affani : 2/434)
2. Syaikh Muhammad Bakr Isma'il
Ia adalah pengarang kitab al-Fiqh al-Wadhih. Seorang ulama yang
telah hafal al-Qur'an pada usia 6 (enam) tahun. Kemudian, ia
kehilangan penglihatannya (buta), namun Ia tak pernah putus asa.
Bahkan Ia kemudian belajar ilmu Qira'ah 'Asyarah (Qira'ah
Sepuluh) dan melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar Mesir
hingga menyandang gelar Doktor serta menjadi pengajar di bidang Tafsir
dan Ulumul Qur'an. Hidupnya didedikasikan untuk belajar, mengajar, dan
mengarang beberapa kitab sampai malam sebelum wafat.
Pada waktu malam sebelum wafatnya, Ia menulis kitab tentang
Akhlak Islamiyyah dan pasal / bab terakhir yang
ditulisnya pada kitab tersebut adalah pasal
Al-Ikhlash Lillah fil Qaul wa al-'Amal (Ikhlash karena
Allah dalam berkata dan beramal). Pada malam menjelang wafatnya, Ia
berdiri untuk melaksanakan sholat. Pada raka'at ke 2, Ia membaca ayat
:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ﴿٢٧﴾ ارْجِعِي إِلَىٰ
رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ﴿٢٨﴾ فَادْخُلِي فِي عِبَادِي ﴿٢٩﴾
وَادْخُلِي جَنَّتِي ﴿٣٠
Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku (QS al-Fajr [89]: 27-30).
Kemudian Ia ruku', i'tidal, dan turun untuk sujud. Pada saat sujud
inilah, Ia wafat. Subhaanallah, Rahimahullah (Jaridah al-Ahram al-Mishriyah, 25 Januari 2005)
Subhaanallaah, marilah kita melihat diri kita. Mereka mendedikasikan hidupnya untuk al-Quran sampai
akhir hayatpun masih bersama al-Qur'an.
Bagaimana dengan kita sekarang ? Didedikasikan untuk apa hidup kita ?
Bagaimana kelak akhir hayat kita ? Melalui tulisan sederhana ini, mudah-mudahan pikiran dan hati kita dapat terbuka untuk menerima hikmah-hikmah dibalik sejarah kehidupan para Ahlul Qur'an. Kita dapat mengambil tauladan dari kemuliaan hidup mereka. Dan mudah-mudahan Allah SWT senantiasa
memberikan nikmat iman kepada kita semua.
Aamiin .........
Wallaahu A'lam bish Showaab
By : Al-Hikmah Tegal